Minggu, 26 Juni 2016

Benarkah adanya Kartel Daging yang "Bermain"?



Sebelum kita mengetahui benarkah adanya kartel yang “bermain” di tahun ini, terlebih dahulu mengetahui artinya kartel.
Kartel itu sendiri merupakan bentuk persekongkolan dari beberapa pihak yang bertujuan untuk mengendalikan harga dan distribusi suatu barang untuk kepentingan (keuntungan) mereka sendiri.
Jadi, menurut informasi yang saya dapatkan sepertinya ada kartel yang bermain dimahalnya harga daging, berikut ini informasi yang saya dapatkan tentang adanya kartel di mahalnya harga daging.
Dan dibawah ini terdapat berita yang menyatakan bahwa benar adanya kartel daging yang “bermain”
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sedang menyelidiki kemungkinan adanya keterlibatan kartel dalam perdagangan daging sapi yang menyebabkan penurunan pasokan dan kecenderungan kenaikan harga.

"Kami sedang menginvestigasi apakah ada persekongkolan para pelaku usaha untuk menahan pasokan sehingga harganya naik dan menguntungkan mereka," kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf saat dihubungi melalui telepon dari Jakarta, Rabu.

Syarkawi menduga penurunan pasokan dan kenaikan harga daging sapi di beberapa daerah terjadi karena permainan beberapa pihak yang ingin meraih keuntungan pribadi dari kondisi tersebut.

"Dalam pemberitaan media disebutkan Menteri Perdagangan Rahmat Gobel menyerukan supaya jangan ada penimbunan daging sapi. Bukti-bukti yang mengarah pada hal itu yang sedang kami investigasi," katanya.

Syarkawi menduga telah terjadi perilaku antipersaingan yang dilakukan pelaku usaha secara berkelompok dan menjurus ke kartel.

"Kami menduga ada importir yang bermain dengan menahan pasokan daging sehingga menyebabkan kelangkaan. Kelangkaan pasokan akan memaksa pemerintah membuka keran impor dan menguntungkan mereka sebagai importir," katanya.

Ia menjelaskan, tindakan menimbun yang menyebabkan penurunan pasokan dan kenaikan harga merupakan pelanggaran persaingan usaha yang bisa dipidana.

Dalam siaran persnya, KPPU menyebutkan bahwa harga daging sapi tidak bergerak turun setelah Lebaran, masih bertengger di kisaran Rp120.000 sampai Rp130.000 per kilogram.

Berdasarkan analisis terhadap kebijakan tataniaga, menurut KPPU kejadian itu memperkuat fakta bahwa konsep tataniaga daging telah meningkatkan kekuatan pasar pelaku usaha yang berada di jejaring distribusi.

Menurut KPPU, pelaku usaha di jejaring distribusi tahu betul bahwa pasokan hanya ada pada mereka sehingga mereka akan bisa mendikte pasar atas nama mekanisme pasar. Dan kondisi yang demikian berpotensi besar memunculkan kartel.

Untuk mengatasi masalah ini, KPPU menyatakan, pemerintah harus konsisten menerapkan tataniaga secara utuh. Apabila sisi hulu diintervensi dengan pembatasan pasokan, maka di sisi hilir pemerintah harus melakukan intervensi antara lain melalui penetapan harga di tangan konsumen serta kewajiban menjaga ketersediaan produk di pasar.


Dan dibawah ini terdapat berita yang merupakan hasil pengumuman yang menyatakan bahwa kartel daging telah ada.

Jakarta -Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) hari ini mengumumkan putusan persidangan kasus dugaan kartel daging sapi. Pembacaan putusan dilakukan setelah lembaga anti persaingan usaha ini melakukan pemeriksaan lanjutan selama 120 hari.

Dari keterangan resmi KPPU, majelis komisi yang akan membacakan putusan dipimpin oleh Chandra Setiawan pada pukul 14.30 WIB di kantor KPPU, Jalan Juanda, Jakarta Pusat, Jumat (22/4/2016).

"Majelis komisi tengah mempersiapkan putusan terkait dugaan kartel perdagangan sapi untuk memasok kebutuhan daging sapi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek)," kata Ketua KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf dalam keterangannya.

Syarkawi menuturkan, proses pemeriksaan pada perusahaan penggemukan sapi atau feedloter yang dilakukan sejak September 2015, dengan jumlah perusahaan yang dilaporkan sebanyak 32 perusahaan.

"Ini diawali dengan inisiatif KPPU melalui serangkaian investigasi dan monitoring terhadap harga daging sapi yang melonjak tinggi dalam beberapa waktu terakhir. Dalam hal ini, terdapat 32 pelaku usaha yang ditetapkan sebagai terlapor," jelas Syarkawi.

"Terlapor diduga melanggar Pasal 11 dan 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Jabodetabek," tambahnya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar