Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Disini saya akan mengidentifikasi organisasi nirlaba
atau organisasi non profit. Organisasi
nirlaba
atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran
pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu
tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat
mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma
publik, rumah
sakit
dan klinik publik,
organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi
jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi
profesional, institut riset, museum, dan beberapa
para petugas pemerintah. Dan saya mengambil salah satu contoh organisasi
nirlaba atau organisasi non profit dibidang hukum, terutama hukum di Indonesia
yaitu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) atau biasa disebut
LBH(Lembaga Bantuan Hukum). Gedung ini beralamat Jl
Diponegoro No 74, Menteng, Jakarta Pusat.
1.
Profil dan Sejarah Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia didirikan pada tanggal 26 Oktober 1970 atas inisiatif Dr. Adnan
Buyung Nasution, S.H yang didukung penuh oleh Ali Sadikin sebagai Gubernur
Jakarta saat itu. Pendirian Lembaga Bantuan Hukum di Jakarta diikuti dengan
pendirian kantor-kantor cabang LBH di daerah seperti Banda Aceh, Medan,
Palembang, Padang, Bandar Lampung, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta,
Bali, Makassar, Manado, Papua dan Pekanbaru. Saat ini YLBHI memiliki 15 kantor
cabang LBH di 15 Provinsi, dan 10 pos LBH di 10 Kabupaten.
YLBHI sebagai Yayayasan, didirikan
dengan tujuan untuk mendukung kinerja LBH yang tersebar di 15 Provinsi, dan
saat ini dipimpin oleh Alvon Kurnia Palma sebagai Ketua Badan Pengurus dan
Prof. Dr. Toeti Heraty N. Rooseno sebagai Dewan Pembina menggantikan Dr. Adnan
Buyung Nasution yang diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai
anggota Dewan Pertimbangan Presiden tahun 2007.
Persoalan bantuan hukum terkait erat
dengan kemiskinan struktural yang terjadi di Indonesia, kemiskinan struktural
membuat rakyat tidak mampu untuk mengakses keadilan (bantuan hukum), berpijak
dari kondisi tersebut YLBHI LBH hadir untuk memberikan bantuan hukum dan
memperjuangkan hak rakyat miskin, buta hukum dan korban pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM). Semasa rezim Soeharto (orde baru), peran YLBHI-LBH menjadi salah
satu aktor kunci dalam menentang dan menumbangkan rezim Otorianisme orde baru,
selain itu YLBHI-LBH menjadi simpul dan lokomotif bagi gerakan pro demokrasi di
Indonesia.
Selain sebagai lembaga yang tetap
konsisten memperjuangkan penegakan hukum, demokrasi dan HAM, YLBHI juga menjadi
tempat lahirnya organisasi masyarakat sipil yang saat ini memegang peran
penting sebagai gerakan penyeimbang negara. ICW, Kontras, KRHN, Baku Bae, RACA,
K3JHAM, adalah beberapa organisasi masyarakat sipil yang dahulunya adalah
desk-desk tersendiri dan dikelola langsung oleh YLBHI.
Kondisi negara yang sampai saat ini
masih tetap menciptakan ruang anti demokrasi, anti gerakan, dan sengaja
menciptakan politik kekerasan serta membuka ruang bagi militerisme membuat
rakyat apatis dan frustasi. Disisi penegakan Hukum dan HAM, kondisi perubahan
terasa mengalami kemandekan, tragedi 27 Juli, Kerusuhan mei 1998, Pelanggaran
HAM Timor Timur, kasus Tanjung Priok, Penghilangan dan Kekerasan di Aceh dan
Papua, adalah deretan kasus yang tidak pernah terselesaikan hingga saat ini
Dalam menjalankan kerja-kerja dan
program-programnya, YLBHI menyandarkannya pada nilai-nilai dasar organisasi,
visi dan misi lembaga yang disusun dan disepakati bersama oleh seluruh
kantor-kantor LBH di Indonesia.
NILAI-NILAI DASAR ORGANISASI
·
Bahwa
sesungguhnya hak untuk mendapatkan dan menikmati keadilan adalah hak setiap
insan dan karena itu penegakannya, di satu pihak, harus terus diusahakan dalam
suatu upaya berkesinambungan membangun suatu sistem masyarakat hukum yang
beradab dan berperikemanusian secara demokratis, dan di lain pihak, setiap
kendala yang menghalanginya harus dihapuskan
·
Bahwa
keadilan hukum adalah salah-satu pilar utama dari masyarakat hukum dimaksud
yang secara bersama-sama dengan keadilan ekonomi, keadilan politik, keadilan
sosial dan keadilan (toleransi) budaya menopang dan membentuk keadilan struktural
yang utuh saling melengkapi.
·
Bahwa karena
keterkaitan secara struktural tersebut di atas, upaya penegakan keadilan hukum
dan penghapusan kendala-kendala nya harus dilakukan berbarengan dan sejalan
secara proporsional dan kontekstual dengan penegakan keadilan dan penghapusan
kendala-kendala terkait dalam bidang-bidang ekonomi, politik, sosial dan
budaya.
·
Bahwa
memperjuangkan dan menghormati Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan tugas dan
kewajiban yang suci karena HAM adalah kodrat dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Pengasih
sehingga tidak seorangpun dapat merampas hak-hak yang melekat pada manusia
sejak lahir itu.
·
Bahwa
mengamalkan perbuatan yang baik dan mencegah perbuatan yang tercela adalah inti
dari penegakan kebenaran dan hati-nurani masyarakat dalam suatu tata-hubungan
pergaulan sosial yang adil, dan karena itu, penyuaraan dan penegakan kebenaran
di hadapan kekuasaan yang menyelewng merupakan sikap dan perbuatan yang
terpuji.
·
Bahwa
pemberian bantuan hukum bukanlah sekedar sikap dan tindakan kedermawanan tetapi
lebih dari itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kerangka upaya
pembebasan manusia Indonesia dari setiap bentuk penindasan yang meniadakan rasa
dan wujud kehadiran keadilan yang utuh, beradab dan berprikemanusiaan.
·
Bahwa
kebhinekaan masyarakat dan bangsa Indonesia mengharuskan suatu pemberian
bantuan hukum yang tidak membeda-bedakan Agama, Kepercayaan, keturunan,
sukubangsa, keyakinan politik maupun latar-belakang lainnya (prinsip
imparsialitas), dan bahwa keadilan harus tetap ditegakkan walaupun berseberangan
dengan kepentingan diri-sendiri, kerabat ataupun teman sejawat.
VISI YLBHI
YLBHI bersama-sama dengan
komponen-koponen masyarakat dan Bangsa Indonesia yang lain berhasrat kuat dan
akan berupaya sekuat tenaga agar di masa depan dapat:
·
Terwujudnya
suatu suatu sistem masyarakat hukum yang terbina di atas tatanan hubungan
sosial yang adil dan beradab/berperikemanusiaan secara demokratis (A just,
humane and democratic socio-legal system).
·
Terwujudnya
suatu sistem hukum dan administrasi yang mampu menyediakan tata-cara
(prosudur-prosudur) dan lembaga-lembaga melalui mana setiap pihak dapat
memperoleh dan menikmati keadilan hukum (A fair and transparent
institutionalized legal-administrative system).
·
Terwujudnya
suatu sistem ekonomi, politik dan budaya yang membuka akses bagi setiap pihak
untuk turut menentukan setiap keputusan yang berkenaan dengan kepentingan
mereka dan memastikan bahwa keseluruhan sistem itu tetap menghormati dan
menjunjung tinggi HAM
(An open political-economic
system with a culture that fully respects human rights).
MISI YLBHI
Agar Visi tersebut di atas dapat
terwujud, YLBHI akan melaksanakan seperangkat kegiatan misi berikut ini:
·
Menanamkan,
menumbuhkan dan menyebar-luaskan nilai-nilai negara hukum yang berkeadilan,
demokratis serta menjungjung tinggi HAM kepada seluruh lapisan masyarakat
Indonesia tanpa kecuali.
·
Menanamkan,
menumbuhkan sikap kemandirian serta memberdayakan potensi lapisan masyarakat
yang lemah dan miskin sedemikian rupa sehingga mereka mampu merumuskan,
menyatakan, memperjuangkan serta mempertahankan hak-hak dan kepentingan mereka
baik secara individual maupun secara kolektif.
·
Mengembangkan
sistem, lembaga-lembaga serta instrumen-instrumen pendukung untuk meningkatkan
efektifitas upaya-upaya pemenuhan hak-hak lapisan masyarakat yang lemah dan
miskin.
·
Memelopori,
mendorong, mendampingi dan mendukung program pembentukan hukum, penegakan
keadilan hukum dan pembaharuan hukum nasional sesuai dengan Konstitusi yang
berlaku dan Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of
Human Rights).
·
Memajukan
dan mengembangkan program-program yang mengandung dimensi keadilan dalam bidang
politik, sosial-ekonomi, budaya dan jender, utamanya bagi lapisan masyarakat
yang lemah dan miskin.
2.
Program
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Runtuhnya rezim otoriter Orde Baru oleh gelombang
gerakan reformasi tidak secara otomatis membawa Indonesia ke pangkuan sistemm
yang demokratis. Meskipun beberapa kali telah terjadi pergantian kepemimpinan
politik, namun sejumlah masalah fundamental masih menghadang perjuangan
penegakan nilai-nilai yang diemban oleh YLBHI yakni diantaranya: menguat dan
semakin meluasnya korupsi dan poltik suap, meluasnya politik kekerasan dalam
bentuk kekerasan komunal maupun kekerasan politik murni, dan juga meningkatnya
eskalasi konflik bersenjata dalam kerangka separatisme disejumlah wilayah
seperti Aceh dan Papua. Selain itu sistem multipartai juga liberalisasi politik
yang berlangsung sama sekali belum mampu menghasilkan sistem dan prosedur politik
yang rasional dan deliberatif yang menjamin pertisipasi otentik masyarakat.
Gejala ini nampak jelas dalam kegagalan serta kebuntuan aspirasi masyaarakat
bawah dalam penataan susunan kekuasaan di tingkat pemerintah daerah. Ini
menunjukkan bahwa keberadaan partai-partai politik tidak seerta merta
meningkatkan kualiatas dan mutu demokrasi serta partisipasi politik masyarakat.
Dengan melihat kecenderungan-kecenderungan di atas
YLBHI menyakini bahwa reformasi dan demokrasi tidak dapat diperlakukan sebagai
barang jadi yang otomatis hadir begitu rejim otoriter pendahulnya ditumbangkan,
demokrasi bukanlah sebuah mesin yang dapat berjalan sendiri meskipun
kondisi-kondisi dan politik yang sebelumnya membelenggunya telah diruntuhkan.
Artinya sebagai sebuah visi, demokrasi Indonesia meski diletakkan sebagai empty
signifier yang terbuka terhadap segala jenis upaya pembentukan dan penafsiran,
baik yaang bermaksud memperkuat pendirian dan fondasi-fondasinya (democratic
security) maupun upaya yang bertujuan memperlemah dan meruntuhkannya kembali.
YLBHI akan berjuang dan berada pada posisi pertama, yakni untuk memperkuat
fondasi-fondasi demokrasi.
Hal-hal tersebut membawa YLBHI untuk menghadapi
tantangan-tantangan baru yang lahir dalam konteks post-authoritarianism
politics, seperti konflik dan kekerasan di sejumlah wilayah, menguatnya
aspirasi kedaerahan dan perluasan otonomi tuntutan perluasan keadilan ekonomi
dan prospek kemandirian institusi-institusi politik, polemik seputar amandemen
konsititusi, dll. Ringkasnya, secara mendasar soal-soal ini menghadapkan kita
pada sebuah persoalan strategis dan ketegangan simultan yang bisa dirumuskan
menjadi formulasi: bagaimana menemukan ketepatan konseptual dan paradigma serta
orientasi yang dapat membantu kita untuk di satu sisi menghindari the evil
(kekerasan, represi, manipulasi, korupsi, hiprokrasi) dalam kehidupan politik,
tetapi juga di sisi lain – pada saat yang bersamaan – mampu memperkuat
kapasitas negara untuk menjamin kesejahteraan dan melindungi kehidupan
masyarakat di aspek-aspek yang lebih luas sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya. Dengan kata lain bagaimana kita mendamaikan dan merekonsiliasikan
dua kecenderungan yaitu: pada satu sisi kita juga membutuhkan negara yang
‘kuat’ dalam artian memiliki kapabilitas yang memadai untuk mencegah konflik,
menjamin keadilan sosial dan melindungi pluralisme dalam masyarakat.
Atas dasar kebutuhan tersebut maka YLBHI menyadari
bahwa apa yang akan dihadapi ke depan sama sulitnya dengan ketika LBH masih
bekerja di bawah otoriterianisme rezim Orde Baru. Program-program yang akan
dijalankan pun sedikit banyak mencoba untuk mengikuti dinamika dan perkembangan
masyarakat yang sudah mulai berubah. Peluang untuk memajukan upaya
ekstensifikasi bagi perlindungan dan promosi hak asasi manusia lebih terbuka.
Dorongan bagi pembuatan kebijakan-kebijakan di tingkat nasional baik oleh
pemerintah maupun parlemen yang bernafaskan pada upaya penghormatan hak asasi
manusia yang lebih besar. Inilah jalan yang telah dibuka oleh pengorbanan
mahasiswa dan anak-anak muda untuk menyingkirkan pemerintahan Soeharto,
meskipun tantangan ke depan masih sama sulitnya dengan tantangan yang dihadapi
selama kekuasaan Orde Baru. Kerja-kerja LBH akan tetap berfokus pada
perlindungan dan promosi bagi hak-hak sipil politik, ekonomi-sosial-budaya
serta hak perempuan dan anak, dan kajian-kajian bagi upaya promosi bagi
perlindungan hak asasi manusia menjadi fokus utama untuk membangun partisipasi
politik masyarakat untuk muncul sebagai subyek hukum dan politik yang mampu
memperjuangkan hak-hak mereka di bidang ekonomi, sosial, budaya, politik dan
hukum.
Untuk mengaplikasikan gagasan dan
ide-ide tersebut diatas, secara garis besar YLBHI melakukan lima program
prioritas:
1. Advokasi kasus (litigasi dan non litigasi)
2. Pendidikan dan pengembangan sumber daya hukum masyarakat
3. Riset/Studi Kebijakkan (legal reform)
4. Pengembangan jaringan kerja (lokal-nasional-internasional)
5. Kampanye dan publikasi
2. Pendidikan dan pengembangan sumber daya hukum masyarakat
3. Riset/Studi Kebijakkan (legal reform)
4. Pengembangan jaringan kerja (lokal-nasional-internasional)
5. Kampanye dan publikasi
Sementara di tingkat internal
sejumlah tantangan harus dihadapi YLBHI. Pertama, keberlanjutan dana
operasional dan rutin YLBHI, untuk pembiayan program dan biaya rutin seluruh
kantor LBH. Ini berdasarkan gagasan dasar bahwa problem demokrasi, penghormatan
hak asasi manusia, keadilan sosial, keadilan gender harus menjadi tanggungjawab
dan kepedulian seluruh komponen masyarakat. YLBHI mencoba untuk menumbuhkan
etika kepedulian (ethic of care) dalam masyarakat untuk peduli terhadap
persoalan sesama manusia dalam bingkai ke-Indonesia-an. Persoalan penggusuran,
PHK masal, kekerasan, ketimpangan hukum, ketidakadilan ekonomi, penghancuran
nilai-nilai sosial dan budaya menjadi tanggungjawab semua orang, menjadi
kepedulian semua orang, berdasarkan pemikiran tersebut YLBHI akan menggalang
potensi sumber-sumber dana dari dalam negeri dengan membuka “Rekening Dana
Kepedulian” bagi upaya penciptaan masyarakat yang demokratis, berkeadilan
sosial dan penghormatan terhadap rule of law.
Pertama, pengembangan kapasitas
profesionalitas Pengabdi Bantuan Hukum (PBH) di seluruh kantor YLBHI-LBH
ditengah tantangan carut-marut sistem hukum di Indonesia. Pada tataran ini para
PBH YLBHI-LBH dituntut untuk menjungjung tinggi nilai dan prinsip-prinsip dasar
LBH untuk selalu berada pada posisi konstituennya yang dipinggirkan secara
hukum, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Kedua, upaya pelibatan dan
partisipasi yang seluas-luasnya seluruh konstituen YLBHI dalam setiap
proses-proses kerja YLBHI, bahkan kalau perlu sampai ke tingkat pengambilan
keputusan. Konstituen merupakan partner kerja-kerja YLBHI selama ini, sehingga
efektivitas kerja-kerja YLBHI sangat ditunjang oleh dukungan seluruh konstituen
yang selam ini telah bekerja bersama-sama LBH. Baik organisasi rakyat disektor
tani, nelayan, mahasiwa, buruh, para pengacara baik alumni maupun bukan alumni
LBH.
Dua tantangan tersebut diatas
merupakan pekerjaan rumah yang sangat besar bagi YLBHI mengingat setiap
tahunnya seluruh kantor-kantor LBH menangani sekitar 2.000 saampai 3.000 kasus,
dengan kemampuan personil 200 PBH (terdiri dari advokat/pengacara, analis
politik, sosiolog, sejarahwan, pustakawan, peneliti sosial, ekonom, dll) dan
100 orang karyawan. Untuk itu dukungan seluruh masyarakat menjadi signifikan
dalam kelanjutan kerja-kerja LBH ke depan.
Perjuangan untuk ideal demokrasi
bisa berarti imajinasi. Tetapi perjuangan sering kali diawali dari mimpi-mimpi,
dari imaginary construction. Imajinasi akan ideal demokrasi bukanlah perjuangan
jangka pendek, tetapi perjuangan yang mungkin tidak pernah mencapai kata akhir,
dan YLBHI menyadari sepenuhnya bahwa lembaga ini tidak akan mampu
memperjuangkannya sendirian. Dukungan kerja bersama-sama dari kawan seiring
merupakan keniscayaan bagi perjuangan pencapaian ideal demokrasi tersebut.
Ikhtiar inilah yang diyakini YLBHI. Perjuangan ini membutuhkan kerja
bersama, seluruh komponen dan elemen dalam masyarakat, rekan-rekan mahasiswa,
buruh, petani, nelayan, kaum miskin kota, guru, rekan-rekan NGO, kaum
profesional yang beritikad bagi demokrasi, kawan-karan jurnalis yang mencintai
demokrasi, dan semua lapisan masyarakat bawah yang merupakan basis bagi
perjuangan demokrasi radikal. Karena itulah pekerjaan berat ini akan
menjadi kerja semua orang, bukan kerja YLBHI semata, bukan kerja perorangan,
tetapi kerja semua orang yang memiliki imajinasi akan perjuangan bagi ideal
demokrasi, karena itu kita semua sebagai subyek yang memiliki imaginary akan
ideal demokrasi harus memperjuangkannya.
Inilah gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar